Seringkali orangtua mengira bahwa kemampuan kerjasama tim hanya dibutuhkan jika sudah memasuki jenjang pendidikan tinggi, atau bahkan saat akan memasuki dunia kerja. Padahal, kemampuan bekerja dalam tim dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan seorang anak usia tiga sampai empat tahun mulai bisa bekerja sama. Pada usia lima atau enam tahun, mereka mulai memahami nilai sebenarnya dari kerjasama dalam menyelesaikan tugas-tugas. Kerjasama adalah keterampilan penting untuk kesuksesan hidup yang membutuhkan komunikasi, kasih sayang, dan rasa hormat. Maka, ada baiknya sebagai orang tua mulai mengenalkan konsep kerjasama sejak anak – anak masih belia, karena semakin awal anak – anak dikenalkan dengan kerjasama, maka akan semakin nyaman pula mereka mengaplikasikan kemampuan itu sepanjang hidup mereka. Berikut adalah cara yang dapat orangtua lakukan untuk membantu mengembangkan kerjasama pada anak-anak dan membantu mereka tumbuh menjadi orang dewasa yang produktif :
- Latih sejak dini
Memang tak mudah membuat anak rela dan patuh menuruti kemauan orangtua, orangtua perlu mencoba banyak cara agar anak lebih kooperatif agar mampu menjalin kerjasama dengan baik. Bekerjasama merupakan perilaku Emotional Intelligence (EQ) yang tinggi, karena anak memahami perasaan orang lain dan berusaha untuk membina hubungan baik dengan pihak lain. Namun, bukan berarti kemampuan bekerjasama akan tumbuh dengan sendirinya saat anak dewasa kelak. Bekerjasama haruslah dipupuk sejak dini. Karena, bila sewaktu kecil anak sudah (dibiarkan) menjadi pribadi yang individualis, bukan tidak mungkin saat besar nanti dia akan sulit bekerjasama dengan orang lain. Mengenai kapan tepatnya anak diajarkan kerjasama adalah ketika anak berusia 3 tahun dan mulai dapat bermain dengan teman sebaya dalam kelompoknya. - Dari hal sederhana
Mengajarkan kerjasama untuk anak usia sekolah tentu berbeda dengan menerapkan kerjasama pada orang dewasa. Dengan mendidik anak bekerjasama berarti mengajarkan kepada anak bahwa dia membutuhkan orang lain. Memang tidak mudah bagi anak untuk menerima kehadiran orang lain, apalagi yang akan meminta sesuatu darinya. Sehingga sangat dibutuhkan kesabaran orangtua.
Mengajarkan bentuk kerjasama kepada anak umumnya lebih sederhana, seperti mengajarkan perduli dan berbagi kebutuhan bersama. Orangtua bisa membuat sedemikian rupa agar anak dapat menerima kehadiran orang lain. Misalnya dengan cara, membiarkan anak untuk selalu bermain bersama teman-temannya. Ciptakan situasi-situasi yang akan membuat anak membutuhkan teman untuk bermain bersama. Jika berada di sekolah, mengajarkan bekerjasama bisa lewat belajar atau kerja kelompok. Dalam belajar kelompok, anak dapat membantu temannya yang kesulitan dalam memahami pelajaran yang sudah diajarkan oleh guru di sekolah. Sedangkan dalam kerja kelompok, anak dapat belajar bahu-membahu dalam menyelesaikan tugas yang sudah diberikan oleh guru. Dalam kelompok tersebut, anak juga bisa terlibat menjadi seorang pemimpin maupun sebagai seorang anggota kelompok. Sehingga, selain belajar mengenai materi yang ditugaskan mereka juga belajar peran sebagai bagian dari kelompok yang harus bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama tersebut. - Latih anak bergiliran menjalankan tugasnya
Dengan membuat suasana permainan, anak akan lebih mudah menjalankan apa yang diminta orangtua. Ajaklah anak – anak membuat sesuatu bersama kakak atau adiknya dalam menyelesaikan suatu permainan secara bekerjasama. Pada saat itulah waktu terbaik mereka akan belajar menerima pendapat dari anak lain dan melatih anak bergiliran menjalankan tugasnya. Pengalaman tersebut dapat membantu anak merasakan kebahagiaan ketika bisa menyelesaikan sesuatu sebagai satu tim. - Ciptakan situasi yang membuat anak membutuhkan teman
Cobalah pantau perkembangan anak dan ajarkan pada mereka bagaimana cara bekerjasama yang baik. Memang, mengajarkan kerjasama pada anak usia dini sangat dibutuhkan kesabaran. Mengajarkan bentuk kerjasama kepada anak harus tetap kreatif dan menyediakan kesempatan di mana anak itu bisa bergaul dengan orang lain. Ya, anak jangan dikurung dan dibiarkan sendirian. Ciptakan situasi-situasi yang akan membuat anak membutuhkan teman untuk bermain bersama. - Biasakan anak melakukan kegiatan kerjasama di rumah
Sejak dini, biasakan anak melakukan kegiatan kerjasama di lingkup rumah seperti membersihkan rumah bersama anggota keluarga. Lakukan dengan rutin agar bisa menumbuhkan kebiasaan kerjasama yang baik. Libatkan anak dalam pekerjaan rumah tangga yang ringan. Awalnya mungkin ia menolak, tapi dengan memberi pengertian akan pentingnya menjaga kebersihan rumah, maka anak akan mengerti arti tanggung jawab. Nilai-nilai seperti ini dapat membentuknya jadi pribadi yang lebih bertanggung jawab untuk hal-hal lain yang di dalam hidupnya. - Memberikan apresiasi pada anak
Sebaiknya orangtua jangan sungkan untuk memberi apresiasi atau pujian jika anak berhasil melakukan kerjasama yang baik. Apresiasi dapat diberikan pada anak dalam bentuk ucapan selamat, ucapan terima kasih atau ungkapan kebanggaan. Banyak manfaat yang bisa diperoleh anak jika ia menerima apresiasi dari orangtuanya. Di mana sebuah pujian membantu anak mengenali kemampuan dan keahliannya dengan baik. - Bermain game
Bermain game dengan anak-anak bisa mengajarkan cara bekerjasama jika orangtua memilih permainan yang tepat seperti lompat tali, membangun puzzle, bermain tenis ganda, atau perlombaan – perlombaan yang membutuhkan lebih dari satu pemain. Pastikan untuk memainkan beberapa game nyata dan menunjukkan sportivitas yang baik. Dengan cara ini mereka akan belajar bahwa dalam hidup akan ada saat-saat ketika mereka menang dan saat-saat ketika mereka kalah.
Mengajarkan kerjasama pada anak tentu tidak semudah teorinya. Faktanya, keegoan anak cenderung mendominasi sehingga seringkali proses ini berujung pada penolakan ataupun pertengkaran. Untuk mengatasi ini, ada beberapa hal yang perlu orangtua pahami :
- Jangan pernah memaksa anak. Ada kondisi tertentu dimana anak sedang tidak ingin berbagi atau bekerjasama, misalnya ketika ia merasa disakiti oleh temannya. Pahami bahwa anak membutuhkan waktu untuk memulainya kembali.
- Pahami bahwa anak-anak masih memiliki ego yang tinggi. Hal ini perlu disikapi dengan kesabaran, bukan dengan paksaan. Bujuk anak untuk mau bermain dan bekerjasama dengan teman-temannya.
- Contoh terbaik untuk mengajarkan sikap kerjasama adalah keluarga terdekatnya. Maka, jangan hanya memerintahnya, tapi cobalah libatkan anak dalam aktivitas yang membutuhkan kerjasama.
- Sikap kerjasama dapat dimulai dari lingkungan rumah. Tanamkan nilai kerjasama antar anggota keluarga dengan cara-cara sederhana seperti membersihkan rumah bersama atau mengajak kakak membantu adik menyelesaikan tugas sekolahnya.
- Motivasi anak untuk aktif mengikuti kegiatan kesiswaan di sekolah. Ada banyak manfaat dari kegiatan tersebut, salah satunya adalah melatih jiwa kepemimpinan sekaligus menanamkan sikap kerjasama antar anggotanya.
Melatih sikap kerjasama anak sejak dini akan membuat anak mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitarnya di masa depan. Anak akan cenderung cepat menyelesaikan masalah dan bahkan mampu berorganisasi dengan baik. Kerja tim menuntut anak untuk bekerja secara kooperatif dengan anak-anak lain untuk mencapai tujuan yang sama. Tujuan tersebut baru bisa dicapai jika mereka bisa saling bertukar ide dan gagasan serta dapat mengkomunikasikannya dengan baik, agar seluruh anggota tim mengerti. Dalam sebuah tim, anak akan belajar komunikasi, bersosialisasi, dan mengatur emosional yang sangat diperlukan selama hidupnya. Beberapa manfaat jika anak – anak belajar kerjasama sejak kecil diantaranya :
- Menumbuhkan rasa kebersamaan, melatih anak untuk terbiasa berkomunikasi di dalam kelompok. Anak – anak akan terlibat dalam kegiatan atau aktivitas berkelompok sehingga secara otomatis anak akan berinteraksi dengan temannya pada saat ada dalam aktivitas kerjasama. Hal tersebut apabila dilaksanakan secara kontinyu maka bukan tidak mungkin rasa kebersamaan anak akan semakin kuat.
- Melatih anak untuk terbiasa berkomunikasi didepan orang lain. Anak yang berada pada situasi bekerjasama dalam kelompok mau tidak mau anak akan dipaksa untuk memunculkan berbagai interaksi sosial. Interaksi tersebut dapat terwujud secara verbal maupun non verbal. Secara non verbal anak berinteraksi melalui aktivitas fisik atau bahasa tubuh sedangkan interaksi verbal berupa saling berdialog atau bercakap-cakap. Kegiatan berdialog tersebut akan membuat anak terbiasa berkomunikasi dengan orang lain.
- Menumbuhkan keaktifan anak, memunculkan semangat dalam diri anak. Aktivitas anak – anak dalam kelompok yang dilakukan dengan teman sebayanya akan memungkinkan anak untuk lebih leluasa beraktivitas serta mengungkapkan ide dan pendapat. Keleluasaan tersebut secara otomatis akan memunculkan kenyamanan dalam diri anak sehingga saat anak merasa nyaman dalam lingkungan kelompok tersebut, keaktifan anak juga tumbuh semakin besar.
- Memacu anak untuk lebih berani mengungkapkan pendapatnya. Kerjasama juga dapat meningkatkan kecakapan individu anak dalam memecahkan masalah, dapat menghilangkan perasaan-perasaan negatif dengan teman sebaya, serta tidak membuat anak terlampau kompetitif atau dengan kata lain bersikap individual dan mementingkan diri sendiri. Kerjasama atau interpedensi positif juga akan menghasilkan interaksi promotif atau bersifat meningkatkan ketika masing-masing anak saling mendukung dan memfasilitasi usaha dari teman-teman sebayanya satu sama lain.
- Menghargai Orang Lain. Bekerja dalam tim, membuat anak belajar banyak hal, salah satunya menghargai orang lain. Dari sebuah tim, anak-anak akan mengerti bahwa keputusan yang akan di ambil, tidak bisa diambil secara sepihak, namun harus mempertimbangkan pendapat seluruh anggota tim, sebelum mencapai sebuah keputusan bersama.
Referensi : Popmama, Kiddo, Mendidikanak, Modelpembelajarankooperatif