Sejauh mana seorang anak mampu belajar sebelum berumur 5 tahun dan sebelum masuk sekolah? Apa yang terjadi dalam otaknya selama masa prasekolah ini, pada saat tubuhnya mengalami perubahan dan pertumbuhan yang pesat. Apakah taraf kecerdasan ditentuakan oleh faktor keturunan dan menetap seumur hidup? Atau dapatkah dipengaruhi oleh cara mendidik selama di rumah sebelum seorang anak masuk sekolah? Sebagai orang tua, apa yang dapat dilakukan untuk memberi kesempatan agar kecerdasan anak berkembang sebaik – baiknya selama masa prasekolah ini?
Sekarang pengetahuan mengenai perkembangan kecerdasan pada anak – anak kecil sudah berkembang dengan pesat. Para ahli mulai mengerti apa yang terjadi dalam otak selama anak tumbuh. Mereka menemukan bukti, bahwa masa optimal untuk merangsang kemampuan dasar belajar pada anak, sebagian besar terjadi sebelum anak mencapai umur 5 tahun dan belum masuk sekolah. Bila memperoleh cukup petunjuk dan penjelasan mengenai proses belajar semasa kecil, maka orang tua dapat meningkatkan kecerdasan anak – anaknya, serta akan menimbulkan kegairahan belajar seumur hidupnya.
Orang tua adalah guru yang pertama dan paling penting bagi anak. Orang tua mempunyai kesempatan paling besar untuk mempengaruhi kecerdasannya pada saat – saat ia sangat peka terhadap pengaruh luar, serta mengajarnya selaras dengan temponya sendiri. Orang tua pula yang paling mengenal kapan dan dengan cara bagaimana ia bisa belajar sebaik – baiknya.
Dari penelitian – penelitian yang dilakukan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan seperti neurologi, phisiologi,psikologi, biologi dan pendidikan dapat disimpulkan:
- Selama ini kita menilai terlalu rendah mengenai apa yang dapat, dan apa yang seharusnya dipelajari oleh anak – anak sebelum umur 5 tahun.
- Dengan mengubah metode – metode dalam mendidik anak, ada kemungkinan meningkatkan taraf kecerdasan anak dan menghasilkan anak yang lebih gembira dan lebih bersemangat dalam belajar.
Belajar semasa kecil tidak berarti orang tua mengajar anaknya yang berumur tiga tahun untuk dijadikan status symbol, atau karena anak tetangga yang berumur empat tahun telah bisa membaca, atau karena ingin bahwa lima tahun kemudian ia bisa masuk universitas. Orang tua tidak bisa mengubah anak empat tahun menjadi anak enam tahun, atau merampas kesempatan anak menikmati masa kecilnya. Belajar semasa kecil berarti menerapkan pengetahuan mengenai kebutuhan otak anak selama tahun pertama dari hidupnya, sehingga perkembangan mentalnya akan sesuai dengan kemampuannya dana anak akan lebih cerdas dan lebih bergairah.
Penelitian – penelitian menunjukkan, bahwa orang tua yang mengasuh anak – anaknya dengan cara yang selama ini dianggap baik, secara tidak sadar justru menghambat perkembangan mentalnya. Mereka membiarkan bayinya sendirian dalam boks menangis karena bosan, dengan tujuan melatih bayinya menjadi anak manis dan tidak banyak tuntutan. Akan tetapi kebutuhan bayi akan rangsangan sensorik dan kegiatan motorik untuk melihat macam – macam benda, mendengarkan bermacam – macam suara dan bunyi, bergerak, digendong, meraba dan memegang, sama besarnya seperti kebutuhannya terhadap makanan dan kasih sayang.
Ibu mungkin memukul tangan si kecil yang memutar – mutar tombol radio. Perbuatan anak ini bukan untuk merusak tapi sebetulnya untuk memenuhi keinginannya menyelidiki, menarik dan mendorong, mencoba – coba. “Membatasi gerakan anak antara umur 9 sampai 18 bulan bisa menghambat perkembangannya, bahkan menurunkan tingkat kecerdasan yang akan dicapai”, tulis Dr. Joseph McVicker Hunt, professor dalam psikologi di Universitas Illinois.
Anak kecil senang sekali belajar, mereka dilahirkan haus akan belajar, dan kehausan ini tidak akan terpuaskan. Apabila kita mengamati dengan teliti, akan terlihat bahwa yang paling menarik perhatian bayi ataupun anak kecil jarang sekali kegiatan yang bersifat “main” (dalam arti orang dewasa). Justru sebaliknya, lebih sering mereka tertarik pada kegiatan – kegiatan belajar. Misalnya, bayi umur 4 bulan yang baru belajar tengkurap, tak henti – hentinya berusaha membalikan badannya. Bila kita mencoba mengalihkan perhatiannya pada mainan agar ia istirahat, biasanya ia tetap melanjutkan usahanya. Padahal tidak seorang pun memaksanya untuk belajar tengkurap. Keinginan belajar ini timbul dengan sendirinya. Hal yang sama kita lihat pada anak yang sedang belajar berdiri. Ia tidak mengenal lelah dalam usahanya untuk bisa berdiri. Kalau dia berhasil berdiri dan tidak tahu caranya duduk Kembali, ia akan berteriak. Anda datang mendudukannya Kembali dan memberinya permainan agar ia istirahat. Tetapi dia tidak ingin istirahat, dia ingin berdiri, dia ingin belajar.
Tahukah anda berapa banyak pertanyaan yang diajukan anak berumur 2 -3 tahun dalam sehari? Mereka ingin tahu sebanyak – banyaknya mengenai segala sesuatu yang ada disekitarnya, mengenai sebab akibat dari segala sesuatu yang menarik. Kegiatan – kegiatan ini tidak bisa dianggap main – main. Anak – anak umur 3 – 4 tahun senang bermain dengan berpura – pura menjadi orang dewasa. Tapi mereka jarang meniru kegiatan orang dewasa yang sedang bermain – main, sebaliknya mereka meniru tingkah laku orang dewasa yang sedang bekerja : mencuci piring, menggendong bayi, mengendarai mobil, mengajar.
Cobalah para orang tua ikuti kegiatan anak selama sehari. Apa yang membuat dia gembira? Apa yang menyebabkan mencurahkan perhatian sepenuhnya? Pada umumnya kegiatan dimana ia bisa belajar sesuatu yang meningkatkan kemampuannnya atau yang memuaskan rasa ingin tahunya. Lebih – lebih lagi bila ibu atau ayahnya ada disampingnya dan ikut bergembira karena anaknya belajar sesuatu. Salah sekali bila kita anggap, bahwa kegiatan – kegiatan anak sebelum umur 5 tahun hanyalah bermain. Anggapan seperti ini mempunyai akibat yang tidak menguntungkan yaitu membatasi dilakukannya penelitian – penelitian mengenai cara belajar paling baik bagi anak – anak dibawah umur 5 tahun. Selain itu juga mempengaruhi para orang tua, tanpa disadari mereka telah melemahkan dorongan belajar pada anak – anaknya.
Apa yang dapat dilakukan orang tua untuk merangsang perkembangan mental anaknya? Salah satu cara ialah memberi kesempatan untuk mengembangkan pengamatan. Sejak permulaan bayi belajar mengenal dunia melalui kelima panca indranya : penglihatan, pendengaran, perabaan, pengecapan dan penciuman. Lingkungan yang penuh dengan mainan dan barang – barang yang bisa dicapai oleh bayi akan merangsang pertumbuhan pengamatannya, juga melalui bermacam – macam kontak dan pengalaman dengan orang dewasa pada waktu makan, main dan kesempatan lain.
Selanjutnya orang tua juga dapat merangsang kemahiran berbahasa anak – anaknya. Perkembangan bahasa seorang anak sangat bergantung pada orang dewasa yang ada disekitarnya dalam tahun – tahun pertama hidupnya. Orang tua perlu mendorong anaknya mengucapkan kata – kata. Mereka harus mengajaknya bicara dan memujinya bila ia mengucapkan kata – kata secara betul. Mereka juga bisa membacakan buku pada anaknya. Dalam lingkungan demikian perbendaharaan kata – kata bagi anak tumbuh dan kemampuannya menggunakan kalimat juga akan berkembang. Bila ia telah mahir menggunakan kata – kata, ia akan mulai belajar menyatakan perasaan dan keinginannya melalui bahasa. Ia mulai membandingkan, membedakan dan menyatakan pengertian – pengertian abstrak. Ia berusaha menggunakan kata – kata sebagai alat berpikir.
Dalam suatu laporan dari Universitas Chicago dikemukakan : “Dalam keluarga – keluarga kelas menengah kebanyakan anak telah diperkenalkan pada dunia sekitarnya sejak awal. Mereka dilatih menggunakan Bahasa dan berpikir mengenai kejadian – kejadian di sekitarnya. Orang tua berusaha mendorong anaknya dan memberikan penghargaan kalau bersikap seperti yang diharapkan. Anak – anak diajak berbicara, dibacakan buku dan selalu diajak mengenal lingkungannya, singkatnya anak – anak didorong sedapat mungkin “ belajar untuk belajar”. Anak dilatih menghadapi dunia sebagai sesuatu yang dapat dikuasai melalui kegiatan – kegiatan menyenangkan yaitu belajar. Ini berarti juga mengembangkan kemampuannya untuk memberikan perhatian pada orang lain dan untuk melakukan kegiatan dengan tujuan tertentu. Berarti juga melatih anak untuk menunda pemenuhan keinginan – keinginannya demi mencapai tujuan yang lebih panjang. Hal ini berarti mengusahakan agar anak memandang orang dewasa sebagai sumber pengetahuan, sumber penghargaan dan pengakuan.
Bila orang tua tidak mampu memberikan dasar – dasar perkembangan seperti ini, anak cenderung akan terhambat dalam proses belajar selanjutnya dan masa depan pendidikannya tidak tertalu cerah”. Sayang sekali banyak orang tua tidak memperoleh penjelasan cukup untuk membantu perkembangan kecerdasan anaknya. Sama saja seperti memberi makan bayi tanpa mempunyai pengetahuan mengenai protein, kalori dan vitamin.
Bila orang tua mengisi hidup anak dengan rangsangan intelektual selama tahun – tahun pertama, bila mempunyai rumah merupakan suatu lingkungan menggairahkan, bila orang tua menggunakan teknik – teknik baru, maka orang tua bisa meningkatkan taraf kecerdasan anak. Dalam lingkungan seperti ini, seorang anak dengan taraf kecerdasan normal (rata – rata) akan menjadi seorang dewasa yang mempunyai taraf kecerdasan di atas rata – rata, dan anak dengan taraf kecerdasan di atas rata – rata akan bisa menjadi seorang dewasa yang superior.
Tapi untuk itu, sebagai orang tua harus menyediakan lingkungan yang menggairahkan. Ini tidak berarti harus mengubah ruangan tamu menjadi ruang sekolah dan memberi pelajaran pada anak yang berumur 3 tahun, juga tidak berarti harus menggantikan nyanyian – nyanyian dengan alfabet. Tidak perlu juga melatih anak usia 4 tahun menguasai angka – angka ataupun mengajarnya membawakan sajak di muka tamu. Di sini salah satu contoh sederhana mengenai penggunaan belajar semasa kecil: Sepasang suami istri muda membawa anaknya yang baru berumur 9 bulan ke sebuah rumah makan. Anak didudukkan di sebuah kursi khusus dan menunggu makanan yang dipesan. Si kecil mulai mencari – cari sesuatu yang bisa dikerjakan, lalu menjangkau gelas minum yang berisi es batu, Ibunya menengok tapi melanjutkan bicara dengan suaminya, hanya tangannya saja yang didekatkan pada kursi si kecil dan setiap kali mengawasi gerak – geriknya untuk menjaga agar gelas tidak jatuh. Selama 10 menit si kecil asyik dengan eksperimennya dengan es batu. Ia mengambil dan memasukannya lagi ke dalam gelas. Ia mengecapnya, menempelkan di hidungnya, memindahkan dari satu tangan ke tangannya yang lain. Ketika es itu mencair, ia mulai main dengan air dingin di gelas. Sampai makanan tiba, si kecil terus mengisi otaknya dengan rangsangan dan pengetahuan. Karena kegiatan ini memenuhi kebutuhannya yang utama, ia merasa gembira dan tenang. Keuntungan lain adalah ayah ibunya bisa tetap ngobrol. Tidak perlu setiap kali berkata: “Jangan” dan “kamu harus baik, jangan nakal”. Lebih mudah bagi orang tua untuk menggunakan Teknik membiarkan anaknya mengenal lingkungan melalui panca indranya, daripada mengambil gelas tadi dan terpaksa membujuk anak yang menangis.
Pada orang tua yang sudah mencoba menggunakan prinsip – prinsip belajar semasa kecil sangat bergembira. Tidak hanya karena melihat perkembangan intelektual anaknya, tapi juga karena hubungan lebih erat dengan anaknya. Jadi sudah jelas bahwa orang tua bisa membuat anak lebih cerdas dan lebih gembira. Anak akan menjalani masa kecil yang menyenangkan, dan orang tua lebih menikmati hubungan dengan mereka. Orang tua tidak perlu menekan atau memaksanya untuk belajar.
Semua ini bukanlah tambahan tugas sebagai orang tua, tetapi merupakan pandangan baru terhadap anak dan terhadap hubungan orang tua dengan anaknya selama 5 – 6 tahun pertama dari kehidupannya. (meningkatkan kecerdasan anak oleh Joan Beck).